Hari ini, Kamis, 26 Januari, 2023, Saya masuk ke kelas 3. Saya menggantikan guru kelas yang tidak masuk karena sakit.
Empat orang siswa tidak masuk. Salah satu dipastikan sakit karena kemarin mengalami cedera di keningnya saat bermain bola. Tiga orang siswa lainnya tidak masuk tanpa keterangan.
Mengawali kegiatan belajar dengan mengajak siswa menyanyikan lagu "Kupergi Sekolah"
Oh, ibu dan ayah, selamat pagiKu pergi belajar sampaikan nantiSelamat belajar, nak, penuh semangatRajinlah selalu tentu kau dapatHormati gurumu, sayangi temanItulah tandanya kau murid budiman
Demikian lirik lagu yang dinyanyikan anak-anak. Suara tak teratur menyeruak dalam ruang kelas yang dihuni anak-anak dengan wajah-wajah ceria.
Pagi itu pelajaran matematika. Materinya tantang perbandingan kuantitas dua buah atau kumpulan benda. Secara spesifik, penggunaan lebih dari, kurang dari, dan sama dengan untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk memberikan gambaran tentang perbandingan tersebut, saya meminta dua orang siswa yang memiliki tinggi badan yang berbeda.
Andrean dan Rozi maju ke depan kelas. Tinggi badan ke dua siswa berbeda. Mereka berdiri berjajar dan menghadap ke arah teman-temannya.
Saya meminta siswa mengamati tinggi badan dua teman mereka di depan kelas.
Saya menanyakan mana di antara mereka yang lebih tinggi. Serentak mereka menjawab Andrean. Jawaban itu menunjukkan bahwa mereka memiliki pemahaman tentang konsep perbandingan.
Selanjutnya saya memperkenalkan lambang atau simbol lebih dari, kurang dari, dan sama dengan.
Pemahaman itu kemudian diperluas dengan menukar posisi berdiri ke dua siswa di depan kelas. Siswa sebelah kiri pindah ke sebelah kanan dan sebaliknya.
Dengan menggunakan lambang perbandingan itu mereka membuat kalimat perbandingan dengan bahasa mereka sendiri.
Selanjutnya menyelesaikan soal soal yang berhubungan dengan perbandingan. Soalnya tidak banyak. Beberapa anak yang sudah memahami konsep perbandingan dengan cepat menyelesaikan soal-soal yang diberikan.
Anak-anak yang sudah selesai itu rupanya tidak suka diam dan membuat beberapa siswa lainnya merasa terganggu karena mereka saling bercerita dengan suara yang agak berisik.
Mereka kemudian saya minta untuk menceritakannya pengalaman mereka secara tertulis supaya tidak menggangu temannya.
Rupanya itu berhasil. Mereka asyik membuat cerita sendiri sesuai dengan pengalamannya. Cerita mereka terangkum hanya dalam beberapa kalimat saja tetapi itu sudah cukup meredam keributan.
Kalimat sederhana dalam gambar di atas memperlihatkan bahwa anak-anak memiliki kemampuan dasar bercerita secara tertulis walaupun hanya beberapa kalimat saja.
Hal ini perlu terus dikembangkan di akhir pertemuan. Anak-anak dapat diminta untuk membuat cerita tentang pengalamannya sepanjang hari sekolah. Jika tidak bisa setiap hari dapat dilakukan satu atau dua kali seminggu. Hal ini akan dapat menumbuhkan potensi menulis mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar